Muhamad eko setyawan
C31120745
Produksi ternak
Enzim Untuk Industri Pakan
Penggunaan
enzim sebagai pakan aditif juga semakin dikembangkan. Sebagai contoh, xylanases
dan-β glucanases telah digunakan beberapa dekade terakhir ini. Pada pakan
berbasis sereal untuk hewan monogastric, memanfaatkan tanaman berbasis feed
berisi selulosa dengan jumlah besar dan hemiselulosa. Selama beberapa tahun
terakhir penelitian difokuskan pada pemanfaatan fosfor alam yang terikat dalam
asam fitat. Pendekatan alternatif untuk pengembangan enzim sehingga lebih
efektif telah meningkatkan aktivitas katalitik phytases jamur oleh situs
directed mutagenesis. Namun pemanfaatan fosfor tidak hanya menjadi masalah yang
menjadi perhatian untuk industri pakan ternak, upaya terus menerus dilakukan
untukpeningkatan nilai gizi dari berbagai feed sumber, misalnya, dengan
meningkatkan kadar cerna protein dalam bungkil kedelai. Sangat mungkin bahwa di
masa depan kita akan melihat hidrolitik enzim yang berbeda dan baru diterapkan
di industri pakan untuk meningkatkan nilai jual pakan.
Enzim rennin atau Chymosin dapat menyebabkan pemutusan sebuah
ikatan tertentu yaitu ikatan peptida antara 105 dan 106 pada fenilalanin dan
metionin di K-Kasein yang merupakan substrat asli enzim ini. Muatan enzim yang
berlawanan dengan substrat dapat berinteraksi dengan enzim.
Ketika chymosin tidak mengikat substrat, beta-hairpin,
kadang-kadang disebut sebagai "the flap," bisa berikatan hidrogen
dengan sisi aktif substrat, oleh karena itu menutupi sisi aktif substrat itu
dan tidak mengizinkan enzim yang lain untuk berikatan dengan substrat.
Reaksi yang berlaku untuk susu yaitu terjadinya
hubungan spesifik antara hidrofobik (para-kasein) dan hidrofilik (Asam
glycopeptide) karena mereka berikatan dengan fenilalanin dan metionin. Kelompok
hidrofobik akan bersatu dan akan membentuk ikatan untuk menjebak fasa air dalam
susu. Produk yang dihasilkan adalah phosphocaseinate kalsium.
Karena reaksi ini, rennin digunakan untuk membentuk endapan yang banyak dan untuk pembentukan dadih di dalam pembuatan keju.
Karena reaksi ini, rennin digunakan untuk membentuk endapan yang banyak dan untuk pembentukan dadih di dalam pembuatan keju.
Rennin atau yang juga disebut chymosin merupakan enzim
industri sangat penting karena banyak digunakan dalam pembuatan keju. Di masa
lalu, rennin atau chymosin diekstraksi dari perut anak sapi untuk tujuan
pembuatan keju, tetapi industri pembuatan keju telah berkembang di luar
kemampuan pasokan perut sapi yang tersedia apalagi didapatnya harus dari sapi
muda.
Karena kemampuan enzim rennin yang baik dalam penggumpalan
susu, enzim rennin menjadi pilihan utama yang diterapkan dalam industri
makanan. Terutama banyak digunakan untuk produksi keju. Untuk industri
pembuatan keju saat ini, Enzim Rennin dibutuhkan dalam jumlah besar. Oleh
karena itu, metode rekayasa genetik digunakan saat ini untuk mendapatkan jumlah
enzim yang lebih banyak tetapi dalam jangka waktu yang singkat.
b.
Reaksi yang terjadi pada pembuatan keju
Meskipun
ada banyak cara untuk membuat berbagai jenis keju, namun mekanisme umum
membuat keju adalah sama. Rennin dalam pembuatan keju memiliki peran yang sangat penting, yaitu pada saat pengerasan susu. Untuk membuat rennin bekerja, diperlukan suhu susu pada rentang antara 20 hingga 40 derajat Celcius. Pada kondisi yang sesuai, rennin mulai bereaksi dengan kasein (salah satu jenis protein yang ada dalam susu) untuk pengerasan susu. Ketika rennin bertemu dengan kasein menurut teori lock and key, kasein bertemu dengan rennin. Selanjutnya rennin memecah kasein membentuk paracasein. Dengan penambahan kalsium pada paracasein terbentuklah kalsium paracaseinate. Kemudian paracaseinate kalsium berikatan dengan air dan lemak susu mengakibatkan mengerasnya susu. Selanjutnya, diketahui bahwa satu rennin dapat mengeraskan 10 hingga 15.000 bagian-bagian dari susu. Selain itu, ada dua jenis rennin yaitu satu diperoleh dari sayuran, dan satu lainnya yang diperoleh dari hewan.
membuat keju adalah sama. Rennin dalam pembuatan keju memiliki peran yang sangat penting, yaitu pada saat pengerasan susu. Untuk membuat rennin bekerja, diperlukan suhu susu pada rentang antara 20 hingga 40 derajat Celcius. Pada kondisi yang sesuai, rennin mulai bereaksi dengan kasein (salah satu jenis protein yang ada dalam susu) untuk pengerasan susu. Ketika rennin bertemu dengan kasein menurut teori lock and key, kasein bertemu dengan rennin. Selanjutnya rennin memecah kasein membentuk paracasein. Dengan penambahan kalsium pada paracasein terbentuklah kalsium paracaseinate. Kemudian paracaseinate kalsium berikatan dengan air dan lemak susu mengakibatkan mengerasnya susu. Selanjutnya, diketahui bahwa satu rennin dapat mengeraskan 10 hingga 15.000 bagian-bagian dari susu. Selain itu, ada dua jenis rennin yaitu satu diperoleh dari sayuran, dan satu lainnya yang diperoleh dari hewan.
c.
Alasan penggunaan enzim renin dalam industri daripada enzim-enzim lainnya
Meskipun
pembuatan keju dapat menggunakan banyak jenis asam untuk memperkuat susu,
sebagian industri pembuatan keju menggunakan rennin untuk mendapatkan keju dari
susu. Alasan utamanya, rennin adalah bahan yang paling alami untuk membuat
keju. Rennin diperoleh dari perut anak sapi yang baru lahir. Selain itu, yang
membuat rennin disukai oleh industri pembuatan keju karena industri tidak harus
mengeluarkan uang ekstra untuk membeli asam.
Alasan selanjutnya dari penggunaan enzim rennin daripada
menggunakan asam maupun enzim lain yaitu karena susu yang dipadatkan oleh enzim
rennin membuat keju relatif lebih baik dibandingkan dengan susu dipadatkan oleh
asam. Selanjutnya, menurut penelitian bahwa pembuatan keju oleh enzim rennin
memiliki efek mencegah tekanan darah rendah manusia.
Laktoperoksidase
•
Enzim alami susu, bukan antibakteri tetapi pada kondisi tertentu dapat
diaktifkan dan menimbulkan efek antibakteri
•
Kandungan LP dalam susu = 10 – 30 ppm
•
H+ yang cukup mengaktifkan LP sambil
terurai menjadi air dan oksigen
•
Thiosianat, alami terdapat dalam susu
yaitu 15 – 100 kali lebih dari air liur manusia dan kubis
Enzim Pemecah Protein
Berbagai bahan mentah yang digunakan sebagai bahan pakan
ternak mengandung protein. Terdapat variasi kualitas dan kandungan
protein yang cukup besar dari bahan mentah yang berbeda. Dari
sumber bahan protein primer seperti kedelai, beberapa faktor anti nutrisi
seperti lectins dan trypsin inhibitor dapat memicu kerusakan pada permukaan
penyerapan, karena ketidaksempurnaan proses pencernaan. Selain itu belum
berkembangnya sistem pencernaan pada hewan muda menyebabkan tidak mampu
menggunakan simpanan protein yang besar di dalam kedelai (glycin dan
ß-conglycinin).
Penambahan protease dapat membantu menetralkan pengaruh
negatif dari faktor anti-nutrisi berprotein dan juga dapat memecah simpanan
protein yang besar menjadi molekul yang kecil dan dapat diserap.
Enzim pemecah Pati
Jagung merupakan sumber pati yang sangat baik sehingga
para ahli gizi menyebutnya sebagai bahan mentah standard emas. Sebagian
besar ahli gizi tidak mempertimbangkan pencernaan jagung adalah jelek:
kenyataannya bahwa 95 % dapat dicerna. Namun hasil penelitian Noy
dan Sklan (1994) yang diacu oleh Sheppi (2001), pati hanya dicerna tidak lebih
dari 85 % pada ayam broiler umur 4 dan 21 hari. Penambahan enzim amylase
pada makanan ayam dapat membantu mencerna pati lebih cepat di intestin yang
kecil dan pada gilirannya dapat memperbaiki kecepatan pertumbuhan karena adanya
peningkatan pengambilan nutrisi.
Pada masa aklimatisasi, anak ayam sering menderita shok
karena perubahan nutrisi, lingkungan dan status imunitasnya. Penambahan
amilase, biasanya juga bersamaan dengan penambahan enzim lain, untuk
meningkatkan produksi enzim endogeneous telah terbukti dapat memperbaiki
pencernaan nutrisi dan penyerapannya.
Enzim Pemecah Asam pitat
Phospor merupakan unsur esensial untuk semua hewan, karena
diperlukan untuk mineralisasi tulang, imunitas, fertilitas dan juga
pertumbuhan. Swine dan Unggas hanya dapat mencerna Phospor dalam bentuk
asam pitat yang terdapat dalam sayur sekitar 30-40 %. Phospor yang tidak
dapat dicerna akan keluar bersama kotoran (feces) dan menimbulkan pencemaran.
Enzim pytase dapat memecah asam pytat, maka penambahan
enzim tersebut pada pakan ternak akan membebaskan lebih banyak phospor yang
digunakan oleh hewan.
Enzime eksogenus
lebih banyak digunakan sebagai bahan tambahan (suplement) dalampakan
unggas
untuk memperbaiki pencernaan karbohidrat. Dalam banyak hal, penambahan enzim ke
dalam
pakan unggas bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan nilai kecernaan dari
bahan
baku
tertentu yang dalam kondisi normal mempunyai kendala untuk tingkat penggunaan
yang
lebih
tinggi. Sebagai produk manufakturing ada enzim yang bekerja spesifik terhadap
wheat, rice
bran
ataupun lemak nabati / hewani. Enzim lipase misalnya bekeja meningkatkan
konversi
terhadap
besaran true metabolisable energy (TME) dari lemak hewan dan crude palm oil
(CPO).
Penggunaan
enzim lipase terutama akan memberikan efek nyata pada ayam muda yang sistem
enzimnya
belum berkembang sempurna sehingga kurang efisien dalam memanfaat kan asam-
asam
lemak jenuh (asam stearat dan palmitat) dan juga tidak efisien mencerna
sumber-sumber
lemak
yang kaya kandungan asam lemak bebas (FFA)
Enzime
phytase banyak dikenal dapat menghilangkan pengaruh anti
nutrisi asam phitat.
Penggunaan
enzime phytase (dikembangkan dari Aspergillus niger) dalam pakan akan
mengurangi
keharusan penambahan sumber-sumber fosfor anorganik mengingat
fosfor asal
bahan
baku tumbuhan terikat dalam asam phitat yang mengurangi ketersediaannya dalam
pakan.
Padahal
suplementasi fosfor anorganik misalnya mengandalkan di calcium phosphate maupun
mono
calcium phosphate relatif mahal belakangan ini. Di samping itu, fosfor yang
terikat dalam
asam
phitat yang tidak bisa dicerna sempurna oleh sistem pencernaan hewan
monogastrik akan
ikut
dalam feses dan menjadi sumber polutan yang berpotensi mencemari tanah. Fosfor
adalah
tidak
terurai dalam tanah sehingga dalam jangka panjang, pembuangan feses dengan
kandungan
fosfor
tinggi akan menimbulkan masalah bagi tanah.
Papain merupakan enzim proteolitik yang
diisolasi dari buah pepaya (Carica papaya) yang banyak dihasilkan di
negara-negara tropis seperti Indonesia. Papain memiliki sifat kestabilan yang
relatif tinggi terhadap factor suhu dan pH. Kestabilan enzim papain baik sekali
pada larutan yang mempunyai pH 5,0. pH optimal untuk substrat albumin maupun
kasein adalah 7,0 dan untuk substrat gelatin 5,0. Papain mempunyai daya tahan
panas lebih tinggi dibanding enzim lain. Keaktifan enzim papain hanya menurun
20% pada pemanasan 70oC selama 30 menit pada pH 7,0.
Papain sebagai enzim banyak digunakan dalam industri diantaranya industri
farmasi, industri kosmetik, tekstil, industri penyamak kulit. Penggunaan papain
ini meningkat dan meluas sebagai komoditi di pasaran dunia. Zat inilah yang
menyebabkan daun pepaya dapat digunakan sebagai pembungkus daging agar cepat
empuk katika dimasak. Selain dengan membungkus, untuk membuat daging lebih
empuk juga bisa dengan memberi atau merendam ekstrak daun pepaya
pada daging yang akan kita masak.
Pemanfaatan
enzim xilanase juga telah dilakukan pada ayam petelur. Enzim xilanase
dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap kualitas telur, meskipun tidak
mempengaruhi produksi telurnya. Penggunaan enzim xilanase (2000 U/kg; Avizyme
2300) dalam ransum ayam petelur berbasis gandum (75-77% berat kering total)
dapat meningkatkan bobot telur dan putih telur serta meningkatkan kandungan
putih telur (Silversides et al., 2006).
Bedford
dan Classen (1992) melaporkan bahwa campuran pakan ayam broiler dengan enzim
xilanase yang berasal dari T. longibrachiatum mampu
mengurangi viskositas pencernaan, sehingga meningkatkan pertambahan bobot badan
dan efisiensi konversi ransum. Demikian juga dengan yang dilaporkan oleh
Silversides dan Bedford (1999), penambahan enzim xilanase (2626-2860 U/g xilanase
+ 643-940 U/g protease) ke dalam ransum yang mengandung 56-64% gandum (2,5%
serat kasar dalam ransum) memberikan pengaruh yang positif terhadap pertambahan
bobot badan dan konversi ransum. Dusel et al.(1998) juga
melaporkan bahwa enzim (6000 IU/g xilanase + 2000 IU/g protease) yang
ditambahkan ke dalam pakan dengan kandungan gandum sebesar 73% (2,5% serat
kasar dalam ransum) dapat menurunkan viskositas saluran pencernaan,
meningkatkan EMSn dan pencernaan bahan organik serta lemak kasar. Lázaro et
al. (2003) juga melaporkan bahwa penambahan enzim (864 IU xilanase
dan 858 IU β-glukanase) ke dalam ransum broiler yang mengandung 50% gandum
dapat menurunkan viskositas saluran pencernaan, mempercepat waktu transit
ransum dalam saluran pencernaan dan meningkatkan performans ayam broiler.
0 komentar:
Posting Komentar